Translate

Minggu, 12 Mei 2013

#Bayangkan Tempat Pemberhentianmu#



"Bayangkan kala Anda berdiri tanpa busana kala amal diperlihatkan…

Merasa terasing, resah dan bimbang…

Saat neraka menyala-nyala karena murka dan marah…

Kepada para pendosa, dan Robb Pemilik ‘Arsy juga murka…

‘Bacalah catatan amalmu wahai hambaKu dengan perlahan,

Apakah kau melihat adanya satu huruf pun yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya?’

Kala kau baca, kau tidak akan mengingkari bacaan itu…

Laksana pengakuan orang yang tahu segala sesuatu dengan sebenarnya…

Sang Maha Mulia menyerukan: ‘Ambil orang itu wahai para malaikatKu…

Bawalah dia ke neraka dengan kehausan…

Kelak mereka akan bersama-sama berada dalam neraka yang berkobar…’

Sementara orang-orang mukmin menempati negeri keabadian…”

{At-Tadzkiroh, Al-Imam Al-Qurthubi, hal. 206-207}

Sumber: Buku “Prahara Padang Mahsyar” Dr. Ahmad Musthofa Mutawalli, Darul Ilmi Publishing, hal.64-65

Semoga bermanfaat,silakan share semoga bermanfaat
dan menginspirasi dan menjadi renungan bagi sahabat yang lainnya.

KAPAN KITA DI BANTU OLEH ALLAH TA'ALA?



Dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang membantu seorang muslim (dalam) suatu kesusahan di dunia maka Allah akan menolongnya dalam kesusahan pada hari kiamat, dan barangsiapa yang meringankan (beban) seorang muslim yang sedang kesulitan maka Allah akan meringankan (bebannya) di dunia dan akhirat”[HR Muslim no. 2699].

Hadits yang agung menunjukkan besarnya keutamaan seorang yang membantu meringankan beban saudaranya sesama muslim, baik dengan bantuan harta, tenaga maupun pikiran atau nasehat untuk kebaikan.

Imam an-Nawawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat keutamaan menunaikan/membantu kebutuhan dan memberi manfaat kepada sesama muslim sesuai kemampuan, (baik itu) dengan ilmu, harta, pertolongan, pertimbangan tentang suatu kebaikan, nasehat dan lain-lain”[Syarhu shahiihi Muslim (17/21)].

Subhanallah
sahabat ternyata bantuan Allah akan datang jika kita menolong orang lain.

Semoga bermanfaat,silakan share semoga bermanfaat
dan menginspirasi dan menjadi renungan bagi sahabat yang lainnya.

3 Hal telihat mudah tapi sulit untuk diamalkan


Berkata imam Yahya bin Mu'adz rahimahullah,
"Hendaknya mukmin itu mendapatkan darimu 3 perkara:

1. Jika kamu tidak bisa memberinya manfaat, maka janganlah memberinya bahaya.
2. Jika kamu tidak bisa memberinya bahagia, maka janganlah memberinya gundah.
3. Dan jika tidak memujinya, maka janganlah mencelanya.

(Dinukil dari kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyah)

sahabat Sudahkah diri kita dapat melakukan 3 nasehat di atas?
Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk melaksanakannya.

LARANGAN TIDUR DENGAN POSISI TENGKURAP


Dari Thakhfah Al-Ghifari -Radhiallahu ‘anhu-, salah seorang diantara ashhabush shuffah (para sahabat yang tinggal di Masjid Nabawi) berkata: “Aku tidur di masjid pada akhir malam, kemudian ada orang yang mendatangiku sedangkan aku tidur dengan posisi tengkurap. Kemudian ia menggerakkanku dengan kakinya, dan berkata: “ Bangunlah dari tengkurapmu, karena tidur yang demikian adalah tidurnya orang-orang yang dimurkai Allah.”Kemudian aku angkat kepalaku, maka ketika kulihat ia adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka akupun kemudian bangkit.”

[HR. Al-Bukhari, dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 1187, dishahihkan Al-Albani -Rahimahullah-, no. 905, Ibnu Majah, no. 3723, dan dalam Ahmad, no. 7981, dan At-Tirmidzi, no. 2768 dari hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu-]

Hadits ini jelas merupakan larangan untuk tidur dengan tengkurap. Dan Allah -Subhanahu wa Ta`ala- sangat membencinya, dan setiap perbuatan yang Allah -Subhanahu wa Ta`ala- membencinya maka hendaklah sesuatu itu ditinggalkan. Adapun sebab dibencinya tidur tengkurap ini diterangkan dalam hadits dari Abu Dzar -radhiallahu ‘anhu-, ia berkata:

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat di sisiku sementara aku sedang tidur tengkurap, maka beliau kemudian menggerakkan badanku dengan kaki beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bersabda: ‘Wahai Junaidab, sesungguhnya hanyalah tidur seperti ini adalah tidurnya penghuni neraka’.”

[HR. Ibnu Majah, no. 3724 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani -Rahimahullah-, no 3017]

Dengan hadits ini pula semakin jelas bahwa sebab dibencinya tidur tengkurap adalah karena menyerupai tidurnya para penghuni neraka. Wallahu a`lam.

Itulah Jalan ALLAH

ku minta pada ALLAH stangkai bunga indah
tapi di beri kaktus berduri
ku minta kupu-kupu
tapi di beri ulat berbulu
aku sedih dan kecewa
namun kemudian… kaktus itu berbunga indah sekali
dan ulat itupun menjadi kupu-kupu yang cantik

itulah jalan ALLAH 
“indah pada waktunya” 

ALLAH tidak memberi apa yg kita harapkan
tp DIA memberi apa yg kita perlukan
kadang kita merasa tidak puas,kecewa dan terluka
tapi jauh di atas segalanya,
DIA sedang merajut yg terbaik untuk kehidupan kita.

HIKMAH DI BALIK LARANGAN MENIUP AIR PANAS ][


HIKMAH DI BALIK LARANGAN MENIUP AIR PANAS ][

Bismillah..
 
Nabi melarang sahabatnya meniup air panas yang
akan diminum. Beliau tidak menerangkan tetapi
melarang keras hal tersebut. Ternyata dalam
penelitian sains, air panas (H2O) yang bertemu dengan
karbondioksida (CO2) yang dihembuskan olehmulut,
maka akan menghasilkan persenyawaan H2CO3 (asam karbonat).
 Dan jika asam karbonat itu masuk
dalamtubuh manusia,maka dapat menyebabkan
penyakit jantung.
 
 Subhanallah... rupanya itu
rahasianya...

KELALAIAN : apa arti tawamu itu.. apa engkau tahu sedang berjalan menuju surga atau neraka..

KELALAIAN : apa arti tawamu itu.. apa engkau tahu sedang berjalan menuju surga atau neraka..

Al-Hasan pernah mengiringi jenazah. Duduklah ia di pinggir kubur seraya berkata: “Sesungguhnya suatu hal yang terbukti ini adalah ujungnya, maka selayaknya tidak terlena di awalnya [1]. Dan sesungguhnya suatu hal yang terbukti ini adalah awalnya, maka selayaknya dikhawatirkan ujungnya [2].

Ya Allah, berilah rahmat kepada kami, ketika kuburan kami telah lenyap dan nama kami tidak pernah disebut lagi. Tak ada lagi yang mengenal kami, dan tak seorangpun yang menyebut-nyebut kami. Bahkan, tak seorangpun yang menziarahi kami lagi..




Ya Allah, berikanlah rahmat kepada kami, kala keluarga kami memandikan tubuh kami. Ya Allah, berikanlah rahmat kepada kami, kala mereka mengafani tubuh kami. Ya Allah, berikanlah rahmat kepada kami, kala mereka menggotong kami di atas pundak mereka..

Kaset itu berputar cepat. Aku mengikuti doa imam dengan penuh perhatian dan kecermatan. Akum mengulangi doa itu untuk kesekian kalinya. Sekali lagi, dan sekali lagi. 

Setiap doa yang diucapkannya.. Segala yang diucapkan dan menjadi doanya adalah benar adanya. Hidup kita memang akan berakhir…
Kita akan dimandikan, dikafani, kemudian diletakkan di liang lahat, di dalam tanah. Nama kita akan segera terlupakan…

Namun suara yang diiringi dengan kekhusyu’an itu membuatku terdiam sesaat… Aku memutar kembali kaset itu untuk ketiga kalinya..

Saudariku adalah profil seorang wanita da’i yang bersungguh-sungguh. Ia telah berusaha mengubah diriku menjadi orang yang selalu memelihara shalat, untuk selalu berbuat taat. Ia berusaha semaksimal mungkin, melalui kata-kata, melalui kaset dan melalui buku-buku.
Suatu hari, ketika dia sedang mengendarai mobil bersamaku, kami terlibat pembicaraan. Ketika kami hendak turun, saudariku itu meletakkan kaset ini ke dalam tape recorder.

Keesokan harinya, aku keluar rumah dengan santai, tanpa perasaan apa-apa.
 Dengan sembarangan aku menekan tombol tape, tanpa ingat kaset apa yang terdapat di dalamnya. 
Seperti biasanya, aku membayangkan suara lagu yang aku sukai. Akan tetapi sudah menjadi takdir Allah, yang ada dalam tape itu ternyata adalah kaset tersebut.
Aku mendengarkannya pada pagi hari, lalu kuulangi lagi pada sore harinya, dan juga sesudah Isya.

Aku bertanya: “Kaset apa yang engkau letakkan di sini?” Saudariku balik bertanya: “Apakah engkau tertarik?” “Tentu saja.” jawabku. Tak seperti biasanya, ia menyambut ucapanku dengan suka cita. Ia tampak begitu gembira. Di tangannya terdapat buku, lalu diletakkan di sampingnya. Ia kembali mengulangi pertanyaannya: “Apakah engkau betul-betul tertarik dengan suara dan bacaan imam itu?” “Sungguh, aku tertarik.” jawabku lagi.

Jawabanku itu menjadi pembuka percakapan kami yang panjang. Perbincangan semacam itu berulang beberapa kali. Namun kali ini, sungguh jauh berbeda. Di akhir perbincangan, saudariku berkata:

“Saya akan bacakan kepadamu yang baru saja kubaca: Suatu hari, Hasan Al-Bashri lewat di hadapan seorang pemuda yang tenggelam dalam tawanya, ketika ia duduk bersama teman-temannya. Hasan berkata kepadanya: “Wahai pemuda! Pernahkah engkau melewati Ash-Shiraat?” Sang pemuda menjawab: “Belum.” Beliau bertanya lagi: “Apakah engkau tahu, sedang berjalan menuju Surga atau Neraka?” “Tidak.” jawab pemuda itu lagi. “Lalu apa arti tawamu itu?” tanya beliau lagi.

Sejenak kami terdiam. Kemudian saudariku itu menengok ke arahku, seraya berkata: “Sampai kapankah kelalaian ini akan terus berlangsung?”

Sumber: Perjalanan Menuju Hidayah karya Abdul Malik Al-Qasim (penerjemah: Abu Umar Basyir), penerbit: Darul Haq, cet. 1, Ramadhan 1422 H / Desember 2001 M. Hal. 11-13.

HARI-HARI YANG TAK AKAN KEMBALI : di mana engkau setelah seratus tahun nanti..

HARI-HARI YANG TAK AKAN KEMBALI : di mana engkau setelah seratus tahun nanti..

 

Wahai orang yang menyiapkan hari esok untuk bertaubat kepada-Nya Apakah ia yakin akan kehadiran hari esok itu
Seorang manusia selalu tergelincir dalam angan-angannya
Sementara kematian selalu mengintip dan mengincarnya
Hari-hari dalam umurmu hanyalah hitungan hari-hari
Kemungkinan harimu ini adalah hi tungan yang terakhir kali

Aku menggeleng-gelengkan kepala sambil merobek lembaran kalender.

 Ini adalah lembaran terakhir untuk kalender tahun ini…
Sudah habis satu tahun lagi dari umurku, tanpa aku sadari. 
Umurku hanyalah bilangan tahun-tahun. Setiap kali kulipat salah satu lembaran itu, semakin mendekatkan diriku ke liang kubur. 
Aku berdiri termangu memperhatikan tenggelamnya matahari untuk menggenapi satu tahun. Tahun itu tidak akan kembali. Aku telah melipat lembaran-lembarannya dan menyimpannya..

Apa yang dikerjakannya dalam tahun itu? Segala permulaan pasti memiliki penghujung. 
Dan setiap perjalanan pasti memiliki tujuan. Segala puji bagi Allah yang telah memanjangkan umurku.
Berapa banyak kekasih yang telah hilang dari kita, dan berapa mayit yang telah kita kebumikan. Segala puji bagi Allah dengan panjangnya umur ini.
Marilah ke sini, wahai istriku Azizah. 
Aku tahu bahwa engkau gembira dengan panggilan ini. Aku yakin itu. Akan tetapi ada masalah lebih penting dari itu.

Lembaran ini menceritakan kepadamu kisah satu tahun penuh yang telah berlalu. Memberikan hiburan kepadamu… Yakni tentang tahun yang telah terurai ikatannya dan terputus hari-harinya. Mari kita mengumpulkan kekuatan kita. Mungkin kita bisa mengembalikan barang satu detik dari umur kita… Apakah kita mampu?

Waktu-waktu yang panjang kita habiskan tanpa faidah. Musim-musim amal kebajikan berlalu tanpa ada yang diamalkan. Satu tahun berlalu, sementara kita tidak bisa mengembalikan sesaatpun daripadanya… Kita tidak mampu menambahkan apa-apa untuk waktu yang telah berlalu, meski hanya satu kali tahmid atau satu kali tasbih..

Kalau kita renungkan, berapa banyak waktu yang kita habiskam tanpa faidah? Tentu akan kita dapatkan banyak sekali, dan tentunya kita akan merenung sejenak..
Segala sesuatu bisa kita ulang kembali, kecuali waktu… Mari kita menghisab diri kita sendiri…

Setelah lama mendengar, istriku menjawab: “Engkau hanya menghisab dirimu setahun sekali. Adapun bisnismu, pekerjaanmu, maka htu setiap hari engkau pikirkan. Kenapa engkau tidak memikirkan akhiratmu?”

Aku terdiam… Namun dia melanjutkan: “Biarlah kita menghisab diri kita sendiri, meskipun terlambat. Tidak jadi masalah… Bertahmidlah kepada Allah karena engkau tidak menjadi janda karena kematianku..

Dan engkau -kata istriku- memujilah kepada Allah karena aku selalu di sisimu menolongmu untuk selalu taat kepada Allah..

Dalam satu tahun penuh. Ada orang yang menghafal Al-Qur’an. Banyak di antara mereka yang tidak pernah ketinggalan satu takbiratul ihram pun bersama imam. Banyak juga yang menjadikan cita-citanya untuk meninggikan Islam dan beramal untuk Islam..

Dalam satu tahun penuh… Berapa banyak orang yang bertaubat dan berserah diri kepada Allah.
 Bukankah kita melihat sendiri orang yang mengharuskan dirinya untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. 
Bagaimana tidak, karena meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar itu adalah satu dosa besar.
Banyak juga orang yang menghisab dirinya setiap hari. Bahkan ada orang yang menghisab dirinya setiap hendak beraktifitas, diam atau berkata-kata. Bila ia anggap itu baik, akan dia lakukan. Bila tidak, ia akan membatasi dirinya dengan hukum Allah.

Setelah merenung sejenak..

Berapa banyak Al-Qur’an yang engkau baca setiap hari? Berapa banyak buku yang engkau baca setiap bulan?

Adapun ceramah dan pelajaran-pelajaran keilmuan, tidak ada lagi bagiannya dalam waktumu. Sekarang jawablah: “Apa yang telah engkau persembahkan kepada kaum muslimin dalam berbagi event? Mana zakat dari ilmumu? Dan mana pula zakat dari masa muda dan kesehatanmu?

Beberapa langkah kemudian, sampailah kami pada masalah tetangga. Berapa bulan engkau tidak mengunjunginya? Pernah engkau bertanya, kenapa mereka tidak menjaga shalat berjamaah?

Banyak lagi orang yang engkau lalaikan. Dan masih lebih banyak lagi yang menjadi tanggung jawabmu.

Setelah pertanyaan yang bertubi-tubi itu, tiba-tiba sebuah pertanyaan mengetuk hatiku dan menggetarkan jiwaku: “Setelah satu tahun berlalu, Allah telah membiarkan engkau hidup dan memanjangkan umurmu. Apa yang telah engkau persembahkan?”

Istriku menanti jawaban. Yang terjadi adalah keheningan. Ia meninggalkan diriku dengan lembaran kalender di tanganku. Dalam hatiku terbetik pertanyaan yang aneh: “Di mana engkau setelah seratus tahun nanti?” Aku menunduk dan berfikir. Sebentar saja suara itu hilang, kami sudah mengulang-ulang suara tersebut: “Kemana engkau akan pergi?” Aku menjawab: “Kemana pula aku setelah seratus tahun nanti?”

Engkau tahu, bahwa kuburan adalah tempat tinggalmu nanti. Umurmu adalah modal dasarmu. Engkau akan ditanya tentang apa yang engkau gunakan dari umurmu dan apa yang engkau kerjakan dengannya.

Dan kalian wahai generasi muda… Kemalasan adalah teman kalian. Cita-cita yang lemah adalah peliharaan kalian. Setiap orang yang shalat dan puasa, menganggap dirinya telah sampai tujuan. Tidak diragukan lagi, bukankah Islam masih memiliki hak lebih dari itu dalam hatimu? Masing-masing di antaramu dapat mempersembahkan lebih dari itu..

Adapun untuk Allah dan Islam, ada yang harus dibela oleh tua dan muda… Pertanyaannya kembali menggoncang diriku:

“Apa yang akan engkau persembahkan di tahun ini?”

Sumber: Perjalanan Menuju Hidayah karya Abdul Malik Al-Qasim (penerjemah: Abu Umar Basyir), penerbit: Darul Haq, cet. 1, Ramadhan 1422 H / Desember 2001 M. Hal. 163-167

AIR MATA KEGEMBIRAAN : ibuku telah pergi, namun wanita itu menjagaku penuh amanah..

AIR MATA KEGEMBIRAAN : ibuku telah pergi, namun wanita itu menjagaku penuh amanah..

Ahmad bin Harb mengungkapkan: “Ada di antara kita yang memilih tempat berteduh dari sinar matahari, tetapi tidak memilih Surga (sebagai tempat berteduh) dari Neraka..”

Kamar itu penuh dengan kaum wanita yang memberi selamat… Lihat teman-teman dan karib kerabatku. Semuanya memberi selamat dan mendoakan keberkahan.

“Semoga Allah memberikan berkah kepada kalian berdua, dan memberkahi atas kalian berdua serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan..”


Masing-masing mendoakan agar kami akur dan memiliki keturunan yang shalih…
Beberapa menit kemudian…

Aku duduk seorang diri, menunggu siapa lagi yang akan datang. Air mata mengalir dari kedua mataku. Ketika aku teringat ibuku, kala ia mendoakan agar aku mendapat suami yang shalih.

Seolah-olah aku berada dalam mimpi. Bayangan membawa diriku kepada kejadian beberapa tahun yang lalu..

Pada pagi itu…
“Mana ibuku? Kemana ia pergi?” tanyaku. Suaraku terdengar lebih keras dari besar tubuhku. Kala itu aku masih berusia lima tahun. Aku kembali bertanya: “Mana ibuku..?”

Jawabannya adalah linangan air mata. Ada yang menambahkan, dengan suara yang lemah karena terpotong tangisannya: “Ia sudah pergi menuju Surga.”

Pada saat itu aku tidak menyadari, siapa yang membuat orang-orang jadi turut menangis. Aku, atau daraku yang masih berumur tiga tahun. Atau mungkin tangisan orang-orang di sekitar kami? Aku menuntun adikku untuk mencari ibu kami..

Kaki kami letih berlari kesana kemari. Naik ke tingkat paling tinggi… mengetuk semua pintu, juga pergi ke dapur. Meski sudah amat lelah, kami tidak juga mendapatkannya..

Dari situ, aku pun yakin bahwa ibuku tidak berada di rumah. Aku pun memeluk adikku sambil menangis. Karena lelahnya, kami pun tertidur..

Setelah satu atau dua jam, aku kembali menuntun adikku untuk kembali mengulang mencari ibu. Kami tidak mendapatkannya di rumah, meskipun banyak wanita di situ yang jumlahnya menutupi pandangan dan pendengaranku.
 Tetapi di mana ibu bersembunyi? Setelah lama terdiam dan bungkam, dengan gembira aku teringat. Ada satu tempat yang belum kami cari. Iya, di bawah pohon itu.. Ibuku menyukai tempat itu.

Dengan cepat aku berlari, kami lelah menuruni tangga. Adikku sampai terjatuh karena aku menariknya terlalu keras. Akan tetapi akhirnya, kami hanya melihat pohon itu saja.
Kami perhatikan bagian atas pohon, bawahnya. Semua bagian pohon kutelusuri dengan pandanganku. Yang kulihat cuma pohon saja, ditambah beberapa tanaman yang disukai oleh ibu.

Tetapi di mana ibuku?
Tiba-tiba terdengar suara hiruk-pikuk. Aku melihat kaum lelaki saling memanggil. Memekakkan telingaku dan membuat mataku melotot.

Beberapa saat, terlihat langkah-langkah cepat. Mereka lewat di hadapan kami dengan menggotong sesuatu.
 Ketika adikku bertanya kepadaku, aku jawab pertanyaannya yang lugu itu: “Mereka membawa barang berat. Masing-masing ikut serta membawanya.” Aku sendiri tidak menyadari bahwa yang digotong itu adalah ibuku! Kalau aku tahu, pasti kupegang dan tidak kubiarkan pergi..
Kaum lelakipun pergi menghilang.
 Suasana menjadi hening… Kami duduk dan bermain-main di atas tanah dengan tenang. Di bawah pohon, sebagaimana kebiasaan kami bersama ibu. Itulah hari pertama, kami pergi ke kebun tanpa mengenakan sepatu. Kami haus, tetapi tidak kami dapatkan air..

Tiba-tiba datanglah salah seorang wanita kerabat kami dan membawa kami masuk bersamanya…
Keesokan paginya, kami mulai membahas masalah itu di setiap tempat. Aku mengumpulkan kekuatanku dan berkata kepada adikku yang terus menangis: “Ibu pasti pulang, pasti pulang lagi.”
Nenekku dengan tergopoh-gopoh datang ketika suara tangis kami mengeras. Ia memeluk kami… Aku masih merasakan air mata ibuku yang menetes di kepalaku…

Setiap kali kulihat seorang ibu, tercium olehku bau khas ibuku. Aku teringat, bahwa suatu hari ketika kami membuatnya marah, ia berkata: “Aku akan pergi dan meninggalkan kalian..”

Aku juga masih ingat ketika kami pergi mengunjunginya di rumah sakit. Di samping pembaringannya, ayahku membimbingku. Ia berkata kepada ibu: “Ini dia Arwa.” Ibu memelukku dan menciumku, kemudian memeluk adikku.” Air matanya bercucuran, sambil menekan tanganku yang kecil dan menciumnya dengan kuat. Setiap hari, suaranya mengetuk pendengaranku. Suara terakhir yang kudengar darinya adalah: “Aku titipkan kalian berdua kepada Allah, yang tidak pernah menyia-nyiakan titipan di sisi-Nya.” Kemudian ia terisak menangis dan menutup wajahnya…
Mereka mengeluarkan kami dari kamarnya, sementara kami terus menangis, berlinang air mata… Kami pun mulai berpindah. Pindah dari rumah yang di dalamnya terdapat ayah, ibu, juga saudara… Kini ia sudah pergi, maka kami pun pergi…

Lima tahun kemudian…

Aku kembali ke rumah ayahku. Datang dari rumah nenekku… aku dan juga adikku…
Orang yang pergi karena kematian tidak dapat diharapkan akan kembali Meskipun orang yang pergi melakukan perjalanan akan selalu kembali lagi

Ternyata ada seorang wanita di rumah ayahku…
“Ini adalah Asma. Berilah salam kepadanya…”
Ia bukan ibuku, tetapi ia adalah wanita yang paling baik bagi ayahku.. Ia memperhatikan pendidikan kami dengan yang terbaik. Ia juga bertekad agar aku menyelesaikan studiku.
 Ia memulai dengan menganjurkan diriku menghafal Al-Qur’an, memilihkan teman-teman yang shalihah untuk diriku, menyiapkan segala yang aku inginkan dan yang adikku inginkan, bahkan lebih daripada itu. Terkadang kami sering membuatnya marah.
 Namun meski demikian, ia adalah wanita yang penyabar, lagi cerdas. Ia tidak menyia-nyiakan sedikitpun dari waktunya tanpa ada guna. Lisannya selalu basah dengan dzikir kepada Allah.
 Ia menggabungkan antara kedalaman agama dan akhlak yang baik. Ia sungguh telah mengisi kekosongan hidup kami yang amat besar.

Berikut ini penjelasan dia tentang pergaulan yang baik ketika pada suatu hari aku mengajukan pertanyaan kepadanya:

“Kenapa anda berbeda dengan ibu-ibu tiri yang lain? Di mana letak kezaliman dan perlakuan buruk yang biara dilakukan para ibu tiri itu dalam dirimu?”
Ia menjawab:”Aku takut kepada Allah dan selalu mengharapkan pahala dari setiap perbuatanku. Kalian adalah amanah di sisiku. Jangan heran.
Sampai dengan merapikan rambut kalian pun aku mengharapkan pahala.
 Kemudian wahai Arwa, berapa juz Al-Qur’an yang telah engkau hafal?
 Bukankah aku juga mendapatkan pahala dengan hafalanmu itu, insya Allah?
 Bukankah aku juga mendapatkan pahala dengan mendidikmu melalui pendidikan yang baik?
Semua yang kulakukan adalah demi mendapatkan keridhaan Allah…” Ia menambahkan: “Sebagaimana seseorang mencari pahala dengan ibadah seperti puasa, shalat, ia juga mencari pahala dalam pergaulannya. Seorang mukmin, selalu dituntut untuk bergaul dengan baik, wahai putriku..” “Tetapi kami telah melelahkanmu, bahkan menyulitkan dirimu?” potongku. “Wahai Arwa, setiap pekerjaan pasti membawa kelelahan dan kepayahan.
Surga itu mahal.
Bukankah engkau mengetahui, bahwa untuk shalat dan melakukan haji seseorang juga harus merasa lelah? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang beramal kebajikan sebesar biji dzarah pun, ia pasti melihatnya. Dan barangsiapa yang beramal keburukan sebiji dzarrah pun, ia pasti melihatnya.” (Al-Humazah: 7-8)
Adapun kezhaliman para ibu tiri yang engkau ketahui, wahai Arwa, tidaklah berlalu tanpa perhitungan. Bahkan akan mendapatkan perhitungan yang berat. Apa dosa anak yatim, sehingga ia dizhalimi? Atau apa dosa anak kecil, sehingga ia diperas? Kezhaliman akan menjadi kegelapan di hari Kiamat nanti..”

Aku berkata kepadanya sedangkan perasaan terharu mencekik leherku. Inilah doa ibuku, yang kulihat tampak dalam perlakuanmu terhadap kami… “Sungguh Allah tidak menyia-nyiakan titipan di sisi-Nya…”

Tiba-tiba, pintu rumah diketuk…

Ibu tiriku masuk dan memberi salam kepadaku serta mendoakan keberkahan bagiku. Aku mencium kepalanya. Bagiku, ia lebih dari segalanya..

Ia adalah profil bagi seorang wanita muslimah.

Ia berkata dengan air mata yang mengiringinya: “Jangan lupa untuk mengharapkan pahala dari Allah dalam setiap pekerjaan yang engkau lakukan.” Kemudian ia menambahkan dengan senyuman yang selalu mengiringinya: “Sungguh aku hafal hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Bila seorang wanita menjalankan shalat lima waktu, melakukan puasa, memelihara kemaluannya dan mentaati suaminya, akan dikatakan kepadanya: “Masuklah engkau dari pintu Surga manapun yang engkau kehendaki.”

Sekarang, tibalah saat mempraktekannya. Aku berkata kepada diriku sendiri: “Sungguh ayahku tidak keliru ketika ia menikahi seorang wanita yang shalihah. Sungguh ayahku tidak keliru ketika ia menikahi wanita yang takut kepada Allah…”

Sumber: Perjalanan Menuju Hidayah karya Abdul Malik Al-Qasim (penerjemah: Abu Umar Basyir), penerbit: Darul Haq, cet. 1, Ramadhan 1422 H / Desember 2001 M. Hal. 104-111.

Memberi Satu Dirham, Allah lalu Menganugerahinya Seratus Duapuluh Dirham

Memberi Satu Dirham, Allah lalu Menganugerahinya Seratus Duapuluh Dirham

Fudhail bin ‘Iyadh menuturkan bahwa seseorang bercerita padanya: “Seorang pria keluar dengan membawa hasil tenunan, yang dijualnya seharga satu dirham. Dengan uang sejumlah itu ia berharap bisa membeli tepung, tapi di tengah jalan dia melintasi dua orang yang saling menjambak kepalanya, seraya bertanya: “Ada apa ini?” 
 Seseorang mengabarkan: “Mereka sedang memperebutkan satu dirham.” 
 Lantas pria itu pun spontan memberikan dirham hasil penjualan tenunan itu pada keduanya, sementara ia tak punya apa pun selain dirham yang diberikan itu.
Ketika datang menjumpai istrinya, dia ceritakan tentang apa yang sudah terjadi. Kemudian sang istri menghimpun perabot rumahnya, dan lelaki itu kembali berangkat melego perkakas rumahnya itu. Namun jualannya tidak laku, dan ia hanya berjumpa dengan si pembawa ikan yang telah membusuk.

Kepada si penjual ikan, lelaki itu berucap: “Engkau memikul dagangan yang tidak laku, saya pun membawa barang yang tidak terjual. 
Bagaimana bila kau jual ikan itu dengan dibayar barang ini?” Keduanya sepakat, dan orang itu pun pulang dengan membawa ikan yang sudah menebarkan bau busuk.
 “Bangunlah. Olah ikan ini. Kita nyaris meninggal saking laparnya,” ucap lelaki itu kepada istrinya setiba di rumahnya. Lalu sang istri menyianginya, dan ketika dia belah perut ikan itu, tiba-tiba ada mutiara yang menyembul darinya.
Ucap istrinya: “Kanda, dari perut ikan itu keluar sebuah gumpalan yang lebih kecil dari telur ayam. 
Atau kira-kira sebesar telur burung puyuh!” Jawab pria itu: “Coba perlihatkan padaku.” Yang kemudian dia saksikan adalah sesuatu yang belum pernah dilihat seumur hidupnya. Akal dan pikiran lelaki itu pun menerawang jauh. “Kukira ini mutiara,” ucapnya kemudian pada istrinya.
 Sang istri menyahut: “Apakah kanda tahu mutu sebuah mutiara?” Jawabnya: “Tidak, tapi saya mengenal orang yang paham kualitas mutiara.” Lalu dia pun berangkat menemui pedagang mutiara, ke sahabatnya yang memiliki mutiara.

Setelah temannya menjawab uluk salam yang diucapkannya, pria itu pun mengutarakan maksudnya, sambil memperlihatkan gumpalan telur itu. 
“Bagaimana pendapatmu tentang kualitas mutiara ini?” tanya orang itu kemudian. Setelah temannya mengamati secara seksama dan berpikir cukup lama, ia menyahut: “Saya hamya sanggup membayarnya empatpuluh ribu dirham. Kalau kamu setuju, saya lunasi sekarang juga, tapi kalau kamu kepingin harga yang lebih mahal lagi, temuilah si fulan. Karena dia sanggup membayar lebih tinggi dari saya.”
Kemudian lelaki itu membawa mutiara tersebut kepada orang yang dimaksud. Setelah si pedagang melihat dan mengakui kualitas mutiara itu, dia berucap: “Saya hanya sanggup membayar delapanpuluh ribu dirham. Tapi kalau anda ingin harga yang lebih mahal lagi, silakan temui si fulan. Saya kira dia bisa membayar lebih tinggi dari saya.”
Lelaki itu pun berangkat menemuinya. “Saya beri seratus duapuluh ribu dirham. Dan saya kira tidak ada orang lain yang sanggup membayar lebih mahal dari saya,” ujar orang yang ditujunya. Lelaki itu menyahut: “Baiklah.” Lantas mutiara pun ditimbang, dan kala itu juga lelaki itu membopong dua belas badrah (pecahan dirham sepuluh ribuan) ke rumahnya, yang selanjutnya hendak ia simpan. Namun setiba di rumahnya seorang pengemis tengah berdiri di depan pintu rumahnya. “Ayo mari sini masuk. Ada cerita yang barusan saya alami,” kata lelaki itu menyapa si fakir yang meminta sesuatu padanya. Lalu peminta itu pun masuk.
“Ambillah setengah dari harta ini,” ucap lelaki itu kepada si pengemis. Lantas si pengemis mengambil dan membawa enam badrah, dan ia pun segera beringsut pergi namun tidak jauh dari lelaki itu. 
Tidak lama kemudian si pengemis kembali menemuinya, seraya berujar: “Saya tidak miskin, saya juga bukan orang fakir, namun Rabb-mu Azza wa Jalla mengutus saya agar datang menemuimu; satu dirham sudah kau berikan kepada orang lain, dan Dia (Rabb-mu) telah menggantinya dengan duapuluh karat mutiara; satu karat kontan diberikan padamu, dan sembilan belas karat lainnya disimpan untukmu.” [1]

Catatan kaki:

[1] Al-Faraj ba’dasy-Syiddah (III/238). 
Namun beberapa terbitan mencatat bahwa seorang wanita mendapati mutiara dalam perut ikan, dan menjualnya dengan empat ratus dinar Kuwait. Sementara sebelumnya melarat dan didera oleh kesulitan ekonomi yang amat mengenaskan. Maka dengan ditemukannya mutiara itu, segenap krisis pun berakhir – lihat kitab kami Al-Faraj ba’dasy-Syiddah wadh-Dhiqah.

Sumber: Sorga di Dunia karya Ibrahim bin Abdullah Al-Hazimi
(penerjemah: Abu Sumayyah Syahiidah), penerbit: Pustaka Al -Kautsar, cet. Kedua, Mei 2000, hal.

MEMBANGUNKAN HATI YANG TERTIDUR : caranya mengingatkanku akan kematian sungguh tak terduga..

MEMBANGUNKAN HATI YANG TERTIDUR : caranya mengingatkanku akan kematian sungguh tak terduga..

Ada orang berkata kepada Hasan Al-Bashri: “Apa yang harus kami perbuat, ketika kami duduk-duduk dengan sekelompok orang yang menakut-nakuti kami sehingga hati kami bagaikan terbang?”
Beliau menjawab: “Demi Allah. 
Bila engkau bergaul dengan sekelompok orang yang menakut-nakuti dirimu hingga akhirnya engkau mendapatkan ketenangan, itu lebih baik daripada bila engkau bersahabat dengan suatu kaum yang memberimu rasa aman hingga akhirnya engkau merasa takut….”


Setiapkali ia berbicara, persoalan kematian selalu terucap oleh lisannya. “Si Fulan begini, lalu meninggal dunia, si Fulan juga meninggal dunia….”

Dalam suatu kesempatan aku bertanya kepadanya: “Apakah engkau tidak lelah mengulang-ulang berbicara tentang kematian?”

Dengan lembut, ia berkata: “Kematian itu cukup menjadi peringatan…”

Suatu hari aku meneleponnya: “Kami akan mengunjungimu pada akhir pekan, tetapi dengan syarat, jangan melelahkan dirimu sendiri…”
 “Capek demi kamu adalah kesenangan. Engkau memiliki kecintaan dalam hatiku…,” potongnya. 
Aku menambahkan persyaratan lain: “Jangan engkau berbicara tentang…” “Kematian,” katanya mendahuluiku. 
Akhirnya ia setuju, setelah saling berbicara diselingi dengan kegembiraan…
Aku melanjutkan: “Bila aku meninggal dunia, jangan ceritakan kisah kematianku.” Jawabannya: “Sudah kukatakan, bahwa bila mereka memuji kehidupan, mereka akan banyak menyebut kematian dengan seribu keutamaan yang tidak diketahui…”

Istriku memberitahu tentang janji kunjungan tersebut. “Ia amat gembira ketika kuberitahukan hal itu,” kata istriku. Aku tersenyum dan berkata: “Apakah engkau sudah minta syarat agar ia tidak berbicara tentang kematian dan seorang mukmin pasti memegang janjinya…”

Istriku menyela dengan semangat yang kental: “Persyaratan itu untukmu. Adapun untukku, tidak! Aku merasa setiap kali berkunjung kepadanya, semangatku dalam beribadah bertambah. Semoga Allah membangunkan hatimu…”

Kita memang selalu lupa dan lupa, sehingga dialah yang mengingatkan kita. Lihatlah perbuatannya, agar engkau mengetahui faidah mengingat mati. 
Di saat diam dia selalu bertasbih dan beristighfar, ia melakukan shalat malam lebih banyak dari yang kulakukan dan yang engkau lakukan, padahal ia lemah dan sakit-sakitan. Ia tidak pernah menggunjing siapapun.
 Ia hanya tersenyum dalam kebenaran. Bila ia melihat selain dari kebenaran, ia akan menolak dengan santun atau menundukkan kepalanya. Ia beramal dengan santai dan tidak banyak bicara. Ia tidak pernah mengatakan: “Aku berbuat begini dan begini…” Suatu ketawadhuan yang menakjubkan dengan menyembunyikan amalan. 
Di manapun ada kebaikan, ia selalu mencarinya dan menunjukkannya kepada orang lain…
Dalam kunjungan kami…

Pandangan-pandangan kami seolah mengingatkannya pada persyaratan tersebut. Ia betul-betul menunaikan janjinya, meskipun sebenarnya aku hanya bercanda. Ia memuliakan kami, semoga Allah memuliakan dirinya…

Ia sungguh telah mengankat derajat kami, semoga Allah mengangkat derajatnya bersama para nabi, shiddiqin dan para syuhada.

Ia bercerita bahwa suaminya, bila lupa telah membawa pulpen dari kantornya, atau meminjamnya dari salah seorang teman, segera ia menulis di sebuah kertas kecil dan meletakkannya di ruang keluarga, agar ia bisa terbebas dari kewajibannya, dan demi mengembalikan hak itu kepada pemiliknya…

Aku menyadari, bahwa itu adalah persiapan untuk menghadapi sesuatu yang datang tiba-tiba, mencabut nyawa dengan sekonyong-konyong. Kisah kematian itu melambai-lambai dari kejauhan, meski ia sudah menjalankan persyaratanku…
Aku demikian takjub: “Hanya untuk sebuah pulpen ia sempat menulisnya!! Bagaimana diriku dibandingkan dengannya? Bila hal ini diceritakan oleh selain dia, aku tidak akan mempercayainya dengan begitu mudah. Atau aku akan mengira bahwa itu adalah sikap wara yang diriwayatkan dari generasi awal-awal Islam dahulu…
Suatu hari, aku bertanya kepadanya dengan bercanda: “Berapa rakaat engkau shalat pada saat shalat malam?” Ia menjawab: “Engkau tahu, bahwa witir itu adalah sunnah yang ditekankan, tidak layak bagi seorang muslim meninggalkannya. Barangsiapa yang terus-menerus meninggalkannya maka kesaksiannya tertolak…”

Ia tersenyum, dan melanjutkan: “Engkau menganggap segalanya terlalu banyak. Dahulu, para ulama As-Salaf bila sudah sampai empat puluh tahun umurnya, ia melipat kasurnya. Yang demikian mereka lakukan, padahal mereka adalah orang-orang yang shalih pada umur sebelumnya. Bagaimana dengan engkau…?”

Sumber: Perjalanan Menuju Hidayah karya Abdul Malik Al-Qasim (penerjemah: Abu Umar Basyir), penerbit: Darul Haq, cet. 1, Ramadhan 1422 H / Desember 2001 M. Hal. 112-115.

Pelajaran Mengutamakan Orang Lain

Pelajaran Mengutamakan Orang Lain

Disebutkan dari al-Waqidi bahwa ia bertutur: Saya didera oleh kesulitan yang luar biasa hebatnya. Bulan Ramadhan sudah di ambang pintu, sedang saya tidak memiliki nafkah sedikht pun. Beban ini sungguh di luar kemampuan saya.

 Lalu kutulislah surat untuk temanku Alawi agar ia berkenan meminjami saya uang seribu dirham, dan ia langsung memberinya, yang dibungkus dalam kain tertutup.
 Kemudian bungkusan itu kusimpan di rumahku.
Namun ketika tiba waktu Isya, kuterima sudarat dari seorang kawan yang isinya memintaku agar bisa menolongnya memberi pinjaman seribu dirham guna memenuhi kebutuhan bulan Ramadhan.

Maka bungkusan yang masih tertutup rapat itu pun langsung kukirimkan untuknya.
Keesokan harinya, datanglah padaku kawan yang meminta pinjaman kepadaku dengan Alawi -yang memberi aku pinjaman.
 Lantas Alawi bertanya padaku perihal dirhan yang diberikan olehnya, dan kujawab: “Sudah saya gunakan untuk suatu kepentingan.” Sejurus kemudian ia mengeluarkan bungkusang yang masih tertutup rapih.
 Sambil tersenyum dia berucap: “Wallahi! Bulan Ramadhan sudah begitu dekat, dan saya tidak mempunyai apa pun selain dirham ini.
 Ketika kau menulis surat untukku, maka kuberikan uang itu kepadamu. Lalu saya pun mengirimkan surat untuk temanku agar sudi kiranya meminjamiku uang seribu dirham, dan ia memberiku bungkusan ini.

 Lantas saya bertanya padanya perihal kisah sebenarnya, dan dia pun menjelaskannya,” demikian ucap Alawi. “Kini kami datang kepadamu untuk membagi dirham ini bersama, demi memenuhi kebutuhan Ramadhan kita -semoga Allah memberi kita jalan keluar.”

“Lantas saya katakan pada keduanya,” demikian ucap al-Waqidi, “Saya tak tahu, mana yang paling mulia (mementingkan orang lain) di antara kita.” Lalu uang itu pun kita bagi bersama. Namun ketika masuk bulan Ramadhan, ternyata kebutuhan belanjaku jauh lebih besar ketimbang hasil pembagian itu.
 Aku pun kembali dirundung kesusahan, dan aku berpikir keras untuk mengatasi masalahku.
Ketika aku berada dalam kondisi demikian, saat Subuh menjelang datanglah kepadaku utusan Yahya bin Khalid al-Barmaki agar aku menemuinya. Begitu aku menghadapnya, ia berucap: “Hai al-Waqidi, semalam saya memimpikan kamu, dan saya lihat keadaanmu sangat menyedihkan dan mengenaskan. Coba ceritakan masalahmu!”

Lantas kubeberkan perihal sesungguhnya, hingga cerita tentang Alawi, temanku, dan seribu dirham itu. Kemudian Yahya bin Khalid berujar: “Saya tidak tahu mana di antara kalian yang lebih luhur (lebih mengutamakan yang lainnya),” seraya ia memerintahkan agar memberi saya tigapuluh ribu dirham, dan duapuluh ribu dirham untuk mereka berdua. Selain itu, Yahya bin Khalid juga mempercayakan saya sebagai qadhi. (Lihat kitab al-Faraj ba’dasy-Syiddah karya al-Qadhi at-Tanukhi, II/332)

Sumber: Sorga di Dunia karya Ibrahim bin Abdullah Al-Hazimi (penerjemah: Abu Sumayyah Syahiidah), penerbit: Pustaka Al -Kautsar, cet. Kedua, Mei 2000, hal. 129-130.

::TIPS MENDAPATKAN KETENANGAN HATI::

::TIPS MENDAPATKAN KETENANGAN HATI::

1. Jangan tergantung terhadap orang lain, bersikaplah mandiri dan percaya akan kemampuan yang kita miliki.

2. Jangan berburuk sangka, berfikirlah positif akan membawa pada suatu yang bermanfaat.

3. Jangan mengingat penyesalan yg tdk pantas di sesali di masa lalu, hidup itu mudah, buatlah dalam suatu perbuatan kita dengan keputusan dan jadikan masa lalu menjadi sebuah pelajaran untuk menjadi yang lebih baik.

4. Jangan pernah menyimpan dendam di hati, dendam itu di ibaratkan sebagai racun dalam hati kita, jauhi itu.

5. Jauhi sifat terburu-buru, aset dalam kehidupan bukan harta tapi waktu. maka pergunakan waktu dengan baik.

6. Jangan khawatir dengan hari esok, ketuklah pintu dan pintu pun akan terbuka, ingatlah DIA, ALLAH pun akan ingat pada kita.

Amarah Sang Istri Reda karena Istighfar

Amarah Sang Istri Reda karena Istighfar

Seseorang menceritakan kisahnya,
“Di suatu hari saya pulang ke rumah dalam keadaan letih dan penuh beban. Aku membuka pintu ketika tiba-tiba istri menunggu penuh tanda marah dan emosi. Dia langsung menjejaliku dengan berbagai pertanyaan. Saya tidak bisa menguasai diri, lalu menghadapinya dengan emosi dan amarah yang sama.


Malam sudah larut, sementara debat dan marah terus berlanjut sampai menjelang Shubuh. Akhirnya, istriku mengambil inisiatif meninggalkan rumah dan pergi ke rumah orang tuanya.
Saya berusaha mengurungkan tekadnya tapi tidak berhasil, dia masuk kamar kami mempersiapkan tasnya untuk bergegas pergi.
Saya meninggalkannya dan keluar dari rumah tanpa tahu kemana harus pergi, saya sangat emosional dan marah.

Di samping rumahku terdapat sebuah masjid dan adzan sebentar lagi dikumandangkan. Saya masuk masjid, berwudhu, dan shalat dua rakaat. Tak lama kemudian adzan Shubuh dikumandangkan, saya pun shalat Shubuh berjamaah.
Saya diam di masjid, beristighfar kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan keadaan itu terus berlangsung kurang lebih satu jam. Lalu saya bangkit pulang ke rumah dan membuka pintu ketika tiba-tiba istriku duduk menungguku dengan senyum.

Saya mengucapkan salam dan bertanya, ‘Kamu masih berkeras hati ingin pergi?’ Dia berkata, ‘Tidak, saya menyesal atas apa yang telah saya perbuat.’ Saya bergumam, ‘Ini aneh, apa yang telah terjadi?’ Kemudian saya bertanya tentang rahasia di balik perubahan ini. Dia menjelaskan, ‘Demi Allah, saya tidak tahu… akan tetapi semenjak satu jam yang lalu jiwa saya menjadi tenang, dan saya sadar kalau saya salah lalu Allah menunjukiku.’ Saya teringat waktu itu adalah bertepatan dengan waktu saya duduk beristighfar kepada Allah. Lalu saya ingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam,

“Barangsiapa memperbanyak istighfar niscaya Allah membuatkannya dari setiap kesusahan ada jalan keluar dan dari setiap kesempitan ada penyelesaian serta diberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam benar,
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4)

Sumber: Keajaiban Sedekah & Istighfar karya Hasan bin Ahmad bin Hasan Hammam (penerjemah Muhammad Iqbal, Lc & Jamaluddin), penerbit Darul Haq cet. V, Rajab 1429 H/Agustus 2008 M, hal. 135-137.

Kisah Menakjubkan Istri Shalihah yang Dimadu

Kisah Menakjubkan Istri Shalihah yang Dimadu

Dahulu di Baghdad ada seorang laki-laki penjual kain yang kaya. Tatkala dia sedang berada di tokonya, datanglah seorang gadis muda mencari-cari sesuatu yang hendak dibeli.
 Ketika sedang berbicara, tiba-tiba gadis itu menyingkap wajahnya di sela-sela perbincangan tersebut sehingga laki-laki terrebut terkesima dan berkata, “Demi Allah, aku terpana dengan apa yang kulihat.”
Gadis itupun berkata, “Kedatanganku bukan untuk membeli apapun.
 Selama beberapa hari ini aku keluar masuk pasar untuk mencari seorang pria yang menarik hatiku dan bersedia menikah denganku. Dan engkau telah membuatku tertarik. Aku memiliki harta. Apakah engkau mau menikah denganku?”

Laki-laki itu berkata, “Aku telah menikahi sepupuku, dialah istriku. Aku telah berjanji kepadanya untuk tidak membuatnya cemburu dan aku juga telah mempunyai seorang anak darinya.”
Wanita itu mengatakan, “Aku rela jika engkau hanya mendatangiku dua kali dalam seminggu.” Akhirnya laki-laki itupun setuju lalu bangkit bersamanya. Akad nikah pun dilakukan. Kemudian dia pergi menuju rumah gadis tersebut dan berhubungan dengannya.

Setelah itu, si pedagang kain pulang ke rumahnya lalu berkata kepada istrinya, “Ada teman yang memintaku tinggal semalam di rumahnya.” Dia pun pergi dan bermalam bersama istri barunya.
Setiap hari setelah zhuhur dia mengunjungi istri barunya. Hal ini berlangsung selama delapan bulan, hingga akhirnya istrinya yang pertama mulai merasa aneh dengan keadaannya. Dia berkata kepada pembantunya, “Jika suamiku keluar, perhatikanlah ke mana dia pergi.”
Si pembantu pun membuntuti suami majikannya pergi ke toko, namun ketika tiba waktu zhuhur dia pergi lagi. Si pembantu terus membuntuti tanpa diketahui hingga tibalah suami majikannya itu di rumah istri yang baru. Pembantu itu mendatangi tetangga-tetangga sekitar dan bertanya, “Rumah siapakah ini?” Mereka menjawab, “Rumah milik seorang wanita yang telah menikah dengan seorang penjual kain.”
Pembantu itu segera pulang menemui majikannya lalu menceritakan hal tersebut. Majikannya berpesan, “Hati-hati, jangan sampai ada seorang pun yang lain mengetahui hal ini.” Dan istri lama si pedagang kain juga tetap bersikap seperti biasa terhadap suaminya.

Si pedagang kain menjalani kehidupan bersama istrinya yang baru selama satu tahun. Lalu dia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia dengan meninggalkan warisan sebanyak delapan ribu dinar.

Maka istri yang pertama membagi harta warisan yang berhak diterima oleh putranya, yaitu tujuh ribu dinar. Sementara sisanya yang berjumlah seribu dinar ia bagi menjadi dua. Satu bagian ia letakkan di dalam kantong, kemudian ia berkata kepada pembantunya, “Ambillah kantong ini dan pergilah ke rumah wanita itu.
Beritahukan kepadanya bahwa suaminya telah meninggal dengan mewariskan uang sebesar delapan rib dinar.
Putranya telah mengambil tujuh ribu dinar yang menjadi haknya, dan sisanya seribu dinar aku bagi denganmu, masing-masing memperoleh setengah. Inilah bagian untukmu. Dan sampaikan salamku juga untuknya.”

Si pembantu pun pergi ke rumah istri kedua si pedagang kain, kemudian mengetuk pintu. Setelah masuk, disampaikannyalah berita tentang kematian si pedagang kain, dan pesan dari istri pertamanya. Wanita itupun menangis, lalu membuka kotak miliknya dan mengeluarkan secarik kertas seraya berkata kepada si pembantu, “Kembalilah kepada majikanmu dan sampaikan salamku untuknya.
Beritahukan kepadanya bahwa suaminya telah menceraikanku dan telah menulis surat cerai untukku. Maka kembalikanlah harta ini kepadanya karena sesungguhnya aku tidak berhak mendapatkan harta warisannya sedikitpun.” (Shifatus Shofwah, 2/532)

Subhanallah…….

Dinukil dari: Majalah Akhwat Shalihah vol. 16/1433 H/2012, dalam artikel “Mutiara Berkilau para Wanita Shalihah” oleh Syaikh Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim hafizhahullah, hal. 68-69.

Malas Baca Al Quran?

Assalamu'alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh..


Malas Baca Al Quran?
Baca Ini 

Membaca Al Quran adalah
aktivitas yang bagi seorang muslim harusnya menjadi aktivitas wajib baginya. Tapi, begitu banyak kesibukan dan hal yang harus dipikirkan kadang membuat umat muslim lalai dalam
melaksanakan ibadah
besar tersebut. Untuk kembali meninggikan semangat kita
dalam membaca Al Quran, kita perlu mengingat beberapa keutamaan membaca Al Quran.

Di antara hadits yang menjadi dasar anjuran dan keutamaan kita membaca Al-Quran adalah:

1. Menjadi Syafaat di Hari Kiamat

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda,
“Bacalah Al-Quran sebab Al- Quran akan datang pada hari kiamat sebagai sesuatu yang dapat memberikan syafaat
(pertolongan) kepada orang-orang yang mempunyainya.”
(HR Muslim)

2. Hidup Bersama Para
Malaikat

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha berkata bahwa RasulullahSAW
bersabda,
“Orang yang
membaca al-Quran dan ia sudah mahir dengan bacaannya itu,maka ia adalah beserta para
malaikat utusan Allah yang mulia lagi sangat berbakti, sedang
orang yang membacanya al-Quran dan ia terbata-bata dalam bacaannya (tidak lancar) juga
merasa kesukaran di waktu membacanya itu, maka ia dapat
memperoleh dua pahala.”
(HR. Bukhari Muslim)


3. Membaca Satu Huruf Mendapat 10 Kebajikan

Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah
SAW bersabda,
“Orang yang membaca sebuah huruf dari kitabullah (Al-Quran),
maka ia memperoleh suatu kebaikan,sedang satu kebaikan itu akan
dibalas dengan sepuluh kali lipat yang seperti itu. Saya tidak mengatakan bahwa alif lam
mim itu satu huruf, tetapi alif adalah satu huruf, lam satu huruf dan mim juga satu huruf.”
(HR Imam Termidzi dan ia
mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih)

4. Mendapat Ketenangan,Rahmat,
Malaikat dan Disebut-sebut Namanya

Dari Abu Hurairah radhiallahu‘anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Tidaklah suatu
kaum berkumpul di salah satu rumah-rumah Allah untuk melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an dan mempelajarinya,melainkan akan turun kepada
mereka ketenangan, akan
dilingkupi pada diri mereka dengan rahmat, akan dilingkari oleh para malaikat dan Allah pun
akan menyebut (memuji) mereka pada makhluk yang ada di dekat-
Nya.“

(HR Muslim)

Nah, setelah kita tahu betapa besar hikmah dan keutamaan membaca Al Quran tadi,masihkah
kita akan bermalas-malasan atasnya?

masihkah kita lebih suka baca koran dari pada baca Al Quran?
ataukah Al Quran akan terus kita simpan dan hanya disimpan saja?

Saudaraku fillah, Al Quran adalah surat cinta terbaik yang diciptakan oleh
Sang Maha Baik. Dia adalah obat terbaik untuk semua masalah kita. Motivasi terbaik untuk alam semesta. Jangan sampai kita menjadi orang yang merugi karena menjauhkannya
dari hidup kita.


Silahkan share insya Allah
bermanfaat

Belajar Menghapus Gelisah dari Seorang Shahabiyah

“Sungguh surga yang memang mahal itu bisa membalikkan 100% kegalauan, tinggal pilihan kita saja; mau atau tidak.” Akhir ulasan singkat tentang seorang shahabiyah di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang dipaparkan murobbiyah tercinta sore itu cukup membuat saya terhenyak. Sekelas Mario Teguh, motivasi yang bersumber dari kisah sahabat pun bisa menjadi pemantik jitu yang tak usah membayar berjuta-juta asal kita tahu darimana sumbernya.

Sebuah kunci solusi galau, gundah, merana yang bukan hanya isapan jempol atau gombal dari kisah shahabiyah Ummu Haritsah bin Suraqah. Kisah yang mungkin banyak orang sudah sering membaca di kitab-kitab sirah dan sejenisnya tapi kali ini melalui murabbiyah tercinta, ada hikmah lain yang mungkin terlewat untuk direnungi.

Kisah seorang wanita tua renta yang sangat ingin anaknya mati syahid. Anak yang sangat ia cintai itu bukan ia manja, namun ia harapkan gugur sebagai syahid. Dengan cara inilah ia mencintai sang anak. Subhanallah. Eits...tapi bukan itu yang hendak saya unggulkan.

Dan dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rabi‘ binti Barra’ –yaitu ibu dari Haritsah bin Suraqah—datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau beritahu aku tentang keadaan Haritsah (yang terbunuh dalam perang Badar)? Jika ia di surga maka aku bersabar, tetapi jika tidak maka aku akan menangis menyedihkan kepergiannya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hai Ummu Haritsah, sungguh ada beberapa surga di dalam surga, dan sesungguhnya puteramu mendapatkan surga Firdaus yang tertinggi.” (HR. Bukhori)

Bagi seorang ibu, kesedihan akan bencana anaknya atau bahkan kematian akan anaknya sama saja dengan bencana bagi seluruh hidupnya. Paling tidak begitulah gambaran hati seorang ibu akan kasih sayangnya pada anaknya yang bahkan rela menukar nyawanya demi keselamatan dan kebahagiaan anaknya. Begitu pun dengan Ummu Haritsah bin Suraqah. Namun, semua kegundahan akan kematian anaknya dalam perang bisa ia balik 100% menjadi sebuah kebahagiaan penuh harap akan surga tertinggi yang Allah janjikan bagi seorang yang syahid.

Dalam sebuah riwayat :
“Barangsiapa yang memberangkatkan seorang prajurit di jalan Allah maka ia pun dianggap ikut bertempur di jalan Allah. Barangsiapa yang mengurus urusan orang yang berperang di jalan Allah dengan baik, maka ia pun dianggap ikut bertempur.” (HR. Bukhari Muslim)

Secercah hikmah tersemburat dari kisah tersebut yang tak kalah ampuh dibandingkan kata-kata motivator yang bernilai jutaan. Tentang bagaimana kekuatan surga itu bisa membalikkan 100% galau, gundah, merana yang tercecer mengotori hati. Harap-harapnya pada janji-janji Allah yang tak mungkin teringkari membuat wanita tua itu tak bersedih lagi setelah mengetahui bahwa anaknya berada pada surga tertinggi.

Lalu, bagaimana dengan kita? Cukupkah surga membuat setiap perih yang kita rasa dalam perjalanan hidup ini kita ubah menjadi keikhlasan dan harapan tertinggi pada surga-Nya kelak? Sejauh itukah iman kita menguatkan harapan kita tentang surga? Atau separuh iman saja yang ragu akankah surga itu sungguh balasannya? Tanyakan pada hati. [Gresia Divi]

Berkilau dan Bercahaya di Tengah Gulita



Jika engkau merasa bahwa segala yang di sekitarmu gelap dan pekat
Tidakkah engkau curiga bahwa engkaulah yang dikirim Allah untuk menjadi cahaya bagi mereka
Berhentilah mengeluhkan kegelapan itu
Sebab sinar mu lah yang mereka nantikan itu
Maka, berkilaulah

[Salim A Fillah, Dalam Dekapam Ukhuwah]

“Anti boleh berhenti… sejenak ” kata saya pagi itu. “Tak hanya anti yang pernah merasa perlu berhenti… saya sendiri mungkin lebih dari sekali… berulang –ulang… tapi ternyata memilih berhenti terkadang juga tak mudah… dan atas rahmat dan kasih sayang Allah… saya masih di sini…” lanjut saya kemudian. “Kadang berhibernasi itu perlu kok… tapi jangan lupa kembali lagi ya…!” sambung teman yang lain menguatkan.

Ya begitulah… adalah sesuatu yang lumrah jika ada kejenuhan pada kerja-kerja dakwah. Apalagi jika kondisi yang ada bukan malah menyemangati tapi sebaliknya. Adalah manusiawi jika muncul lintasan sesaat untuk memilih berhenti saat rekan kerja dakwah yang lain hanya terkesan berlari… tapi berlari di tempat. Saat dalam keadaan ritme kerja dakwah yang seperti itu sangat mungkin yang terlihat di mata kita hanya satu warna saja yakni gelap. Dan tak jarang gelap menggoda kita untuk berhenti melangkah.

Tak hanya kehidupan aktivis dakwah saja yang terkadang disergap gelap. Tak sedikit yang orang lain yang turut pula mengalami hal yang sama. Kehidupan mereka disergap gelap. Tapi mereka memilih untuk berkilau. Mereka justru menjadi sinar, berbagi cahaya kepada sekelilingnya. Ada baiknya kita berkaca dari kisah hidup mereka.

Satu di antara mereka adalah seorang bocah bernama Tasripin. Mungkin beberapa yang lalu nama bocah ini tengah ramai dibicarakan. Semua mata penduduk negeri ini seakan tertuju pada bocah berumur 12 tahun ini. Bahkan orang nomor satu di negeri ini khusus membicarakan bocah ini di akun media sosial miliknya. Tak berhenti sampai di situ, beliaupun memberikan bantuannya. Bagaimana publik tidak tersentak, bocah kecil ini begitu gagah dan tegarnya di usia yang semuda itu. Ia meninggalkan bangku sekolah dan bekerja membanting tulang sebagai buruh tani untuk menghidupi ketiga adiknya. Dalam kondisi hidup yang seperti itu bisa jadi ia memilih untuk pergi atau mungkin memilih mati dari pada hidup dengan menanggung beban yang tidak ringan.Di tengah gelapnya tekanan kemiskinan hidup, Tasripin lebih memilih untuk berkilau. Tasripin lebih memilih untuk menjadi cahaya, berkorban dan bekerja keras demi adik-adiknya. Bukan berhenti. Apalagi mati.

Atau mungkin kita perlu juga diingatkan dengan gadis kecil ini. Sinar namanya. Hidup hanya berdua dengan ibu yang sakit lumpuh di rumah sederhana yang terletak di desa Riso, Kecamatan Tapango, Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Gadis kecil ini begitu dewasa mengemban tanggung jawab melebihi usianya. Di usia yang masih 6 tahun, ia merawat ibunya selama sang ayah merantau kerja di Negara tetangga, Malaysia. Sinarlah yang membantu dan menemani ibunya selama ini. Mulai dari memindahkan atau menggeser tubuhnya, masak, makan, minum, mandi hingga buang air. Semua itu ia kerjakan sendiri dengan penuh cinta. Sinar memang masih belia. Beban hidupnya juga tak mudah. Tapi, Sinar lebih memilih berkilau dan berbagi cahaya pada ibunya tercinta dengan merawatnya sepenuh jiwa.

Sekali lagi, dari kisah hidup bocah–bocah kecil itu kita patut berkaca. Bocah kecil namun jiwa mereka tak kerdil. Mereka bisa menerobos gelap, mengalahkan keterbatasan kondisi hidup mereka. Mereka lebih memilih menjadi matahari. Mereka lebih memilih untuk berkilau dan berbagi cahaya daripada sekedar meratapi kegelapan. Dan mereka bisa. Begitupun kita, pasti juga akan bisa menjadi cahaya bagi lingkungan dakwah kita. Maka segelap apapun kondisinya, mari berhenti mengeluhkan kegelapan itu… tetaplah berkilau… tetaplah bercahaya.

Sebagaimana petuah seorang kawan, di jalan Aqobah ini…

…Dan harapan itu seperti sebatang lilin… segelap apapun jalanmu… kau tetap boleh menyalakannya… hingga saat semua terjadi... berjanjilah tuk menjadi orang pertama yang membagi cahayamu...
[Sarwo Widodo Arachnida__ mencintai bayang_bayang]

Wallahu a’lam bish shawab. [Kembang Pelangi]

Kisah Nyata Keajaiban Sedekah, Diganti 1000 Kali Lipat



Kisah nyata ini terjadi di Jawa Tengah. Hari itu, seorang lelaki tengah mengengkol vespanya. Tapi tak kunjung bunyi. “Jangan-jangan bensinnya habis,” pikirnya. Ia pun kemudian memiringkan vespanya. Alhamdulillah... vespa itu bisa distarter.

“Bensin hampir habis. Langsung ke pengajian atau beli bensin dulu ya? Kalau beli bensin kudu muter ke belakang, padahal pengajiannya di depan sana,” demikian kira-kira kata hati lelaki itu. Ke mana arah vespanya? Ia arahkan ke pengajian. “Habis ngaji baru beli bensin.”

Ma naqashat maalu ‘abdin min shadaqah, bal yazdad, bal yazdad, bal yazdad. Tidak akan berkurang harta karena sedekah, bahkan ia akan bertambah, bahkan ia bertambah, bahkan ia bertambah,” kata Sang Kyai di pengajian itu, yang ternyata membahas sedekah.

Setelah menerangkan tentang keutamaan sedekah, Sang Kyai mengajak hadirin untuk bersedekah. Lelaki yang membawa vespa itu ingin bersedekah juga, tetapi uangnya tinggal seribu rupiah. Uan g segitu, di zaman itu, hanya cukup untuk membeli bensin setengah liter.

Syetan mulai membisikkan ketakutan kepada lelaki itu, “Itu uang buat beli bensin. Kalo kamu pakai sedekah, kamu tidak bisa beli bensin. Motormu mogok, kamu mendorong. Malu. Capek.”

Sempat ragu sesaat, namun lelaki itu kemudian menyempurnakan niatnya. “Uang ini sudah terlanjur tercabut, masa dimasukkan lagi? Kalaupun harus mendorong motor, tidak masalah!”

Pengajian selesai. Lelaki itu pun pulang. Di tengah jalan, sekitar 200 meter dari tempat pengajian vespanya berhenti. Bensin benar-benar habis.

“Nah, benar kan. Kalo kamu tadi tidak sedekah, kamu bisa beli bensin dan tidak perlu mendorong motor,” syetan kembali menggoda, kali ini supaya pelaku sedekah menyesali perbuatannya.

Tapi subhanallah, orang ini hebat. “Mungkin emang sudah waktunya ndorong.” Meski demikian, matanya berkaca-kaca, “Enggak enak jadi orang susah, baru sedekah seribu saja sudah dorong motor.”

Baru sepuluh langkah ia mendorong motor, tiba-tiba sebuah mobil kijang berhenti setelah mendahuluinya. Kijang itu kemudian mundur.

“Kenapa, Mas, motornya didorong?” tanya pengemudi Kijang, yang ternyata teman lamanya.
“Bensinnya habis,” jawab lelaki itu.
“Yo wis, minggir saja. Vespanya diparkir. Ayo ikut aku, kita beli bensin.”

Sesampainya di pom bensin, temannya membeli air minum botol. Setelah airnya diminum, botolnya diisi bensin. Satu liter. Subhanallah, sedekah lelaki itu kini dikembalikan Allah dua kali lipat.

“Kamu beruntung ya” kata sang teman kepada lelaki itu, begitu keduanya kembali naik Kijang.
“Untung apaan?”
“Kita menikah di tahun yang sama, tapi sampeyan sudah punya 3 anak, saya belum”
“Saya pikir situ yang untung. Situ punya Kijang, saya Cuma punya vespa”
“Hmm.. mau, anak ditukar Kijang?”
Mereka kan ngobrol banyak, tentang kesusahan masing-masing. Rupanya, sang teman lama itu simpati dengan kondisi si pemilik vespa.

Begitu sampai... “Mas, saya enggak turun ya,” kata pemiliki Kijang. Lalu ia menerogoh kantongnya mengeluarkan sebuah amplop.

“Mas, titip ya, bilang ke istrimu, doakan kami supaya punya anak seperti sampeyan. Jangan dilihat di sini isinya, saya juga belum tahu isinya berapa,” bonus dari perusahaan itu memang belum dibukanya.

Sesampainya di rumah. Betapa terkejutnya lelaki pemilik Vespa itu. Amplop pemberian temannya itu isinya satu juta rupiah. Seribu kali lipat dari sedekah yang baru saja dikeluarkannya.

Sungguh benar firman Allah, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 261).

[Kisah Nyata Keajaiban Sedekah ini disarikan dari Buku “Kun Fayakun 2” karya Ust. Yusuf Mansur]

Bertawakkal Kepada Allah



“Lik, kalau besuk kamu nggak bisa melunasi utangmu, lebih baik kamu mengosongi rumah ini. Atau, aku yang akan mengosongi rumahmu ini” ancam rentenir, Ahad pagi itu. Dunia makin terasa sempit bagi Malik. Sudah tiga tahun ini ia bergelut dengan masalahnya, namun tak juga ia sanggup mengatasi masalah-masalah yang membelitnya, termasuk hutang tersebut. Malik sudah berusaha mencari pinjaman, tapi hasilnya nihil. Kurang dari 24 jam lagi rumah satu-satunya itu akan disita.
Setelah si rentenir pergi, datanglah tamu kedua yang tidak lain adalah istrinya sendiri. Sudah 2 tahun suami istri itu pisah ranjang.

“Kalau Abang belum juga menandatangani surat cerai saya, insya Allah besuk siang ada yang akan datang menjemput paksa Abang. Jadi besuk pukul 12 siang, saya tunggu di Pengadilan Agama untuk tanda tangan surat cerai!” Malik makin bongkok mendengar tuntutan istrinya itu. Ah... kalau saja si Malik tidak selingkuh. Ia masih ingat masa itu, ketika masih jaya-jayanya, Malik punya hobi main judi dan minum. Ketika usahanya bangkrut, hobi itu menjadi pelarian. Di tahun kedua ia main judi dan mabuk, terjadilah ‘perselingkuhan’ itu. Malik sudah menjelaskan bahwa ia selingkuh tidak sengaja, tetapi istrinya tidak terima. Pulang ke rumah orangtuanya dan meminta cerai.

Setelah Asar, anak pertama datang ke rumah. “Pak, besuk aku sudah nggak bisa sekolah lagi!”
“Kenapa?” tanya Malik
“Habis Bapak tidak membayarkan uang sekolah. Sudah tujuh bulan nunggak.”
Malik semakin bingung. Tiga masalah menumpuk dan memuncak di hari itu. Pikiran Malik semakin gelap seiring hari yang juga mulai gelap. Akhirnya malam itu, Malik memutuskan untuk bunuh diri.

Untunglah Malik masih punya sedikit iman. Sebelum bunuh diri, ia ingat belum Shalat Isya’. Sudah lama sebenarnya Malik tidak shalat, dan ia ingin shalat untuk terakhir kalinya sebelum ia meninggal. Keinginan untuk shalat ini rupanya adalah taufik dari Allah yang membuat Malik secara tak sengaja mengamalkan 6 amalan yang diwasiatkan Rasulullah kepada umatnya jika sedang dilanda gelisah. Fal yatawadh-dha’, langkah pertama adalah berwudhu.

Setelah berwudhu, tiba-tiba hati Malik mulai tenang. “Ya Allah... saya belum pernah dapat ketenangan seperti ini!”

Malik kemudian menunaikan shalat Isya’. Langkah kedua dalam wasiat Rasulullah: wal yushalli rak’atain dikerjakan oleh Malik. Meskipun yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah Shalat Hajat, namun esensinya sama dengan Shalat Isya’ yang dilakukan Malik.

Setelah shalat, Malik melihat Al Qur’an di atas rak bukunya. “Mengaji dulu ah, untuk terakhir kali,” kata Malik yang kemudian secara tak sengaja membuka Surat Ali Imran ayat 26.

”Katakanlah, ‘Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Seakan-akan Allah mengatakan kepada Malik: “Lik, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kata siapa rumahmu akan disita jika Allah mengamankannya? Kata siapa kau aka bercerai jika Allah menyatukan kalian? Kata siapa anakmu akan putus sekolah jika Allah memberi rezeki? Semua keputusan ada di tangan-Ku”

Namun Malik tetap belum percaya. Bagaimana mungkin uang 15 juta bisa ia dapatkan dalam hitungan jam. Bagaimana mungkin ia bisa kembali harmonis dengan istrinya jika jam 12 besuk ia harus bercerai di pengadilan.

Kemudian Malik meneruskan bacaannya. Ternyata artinya: ”Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki, tanpa batas.” (QS. Ali Imran : 27)

Malik masih ragu. Ia pun membuka lembaran mushaf yang lain dan membaca Surat Faathir ayat 2-3.

”Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yan dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling?”
Setelah membaca ayat ini, Malik pun sadar. Ia memohon ampun kepada Allah karena telah berniat bunuh diri yang dosanya sangat besar. “Kalau semua urusan adalah kehendak Allah, saya tidak jadi bunuh diri deh,” kata Malik sambil menutup mushafnya.

Malik kemudian mematikan seluruh lampu rumahnya, kecuali kamarnya dan kamar anaknya. Ia ingin bermunajat kepada Allah. Yang ternyata, itu amal keempat dalam wasiat Nabi setelah berwudhu, shalat dan membaca Qur’an.

Malik berdoa dengan khusyu’ memohon kepada Allah agar rumahnya tidak jadi disita, tidak jadi cerai dengan istrinya dan anaknya bisa tetap sekolah. Malik mengiringi doanya dengan membaca asmaul husna yang dihafalnya: Ya Aziizu ya Hakiim, ya Ghafuru ya Rahiim.

Malik terus berdoa dan membaca asmaul husna hingga jam 1. Mata terasa ngantuk, tetapi Malik tidak menyerah. Ia pun berwudhu dan membaca Qur’an lagi. Kali ini ayat yang dibuka tepat tentang keutamaan taqwa dan tawakkal. Surat Ath Thalaq ayat 2-3.

”Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”
Selesai membaca ayat ini, Malik kembali berdoa. Namun, kali ini doanya berbeda dari doa sebelumnya. Ia benar-benar bertawakkal dalam doanya. “Ya Allah... ampuniah dosaku. Jika besuk para rentenir itu datang, aku memasrahkan rumah ini. Aku telah menyerahkan semuanya kepadaMu...”

Setelah bertawakkal, kini Malik mendapatkan petunjuk untuk melakukan amalan keenam yang diwasiatkan Nabi, yaitu wal yatashaddaq, bersedekahlah. Malik ingat bahwa yang akan disita dalah rumahnya saja, sedangkan isinya tidak. Maka ia pun berencana menyedekahkan isi rumah itu. Ia akan keluar dari rumah itu hanya membawa pakaian saja.

Adzan Subuh terdengar. Malik yang sebelumnya lama tidak ke masjid, kini pergi ke rumah Allah itu untuk shalat berjamaah. Selesai shalat, dzikir dan doa, Malik tidak langsung pulang. Ia ingin terus menenangkan hatinya di masjid. Ia pun membaca surat Al Waqi’ah. Ia pernah mendengar, siapa yang membaca surat Al Waqi’ah akan dijauhkan dari kefakiran.

Tepat pukul 6 pagi, Malik keluar dari masjid. Begitu nyampai rumah, ia melihat sudah ada orang yang menunggunya. “keterlaluan si rentenir, janji datang jam 10, jam 6 sudah di sini,” kata Malik. Namun, ia tetap merasa tenang. Tak lupa ia membaca basmalah.

Ternyata tamu pagi-pagi ini bukan rentenir, melainkan teman lamanya. Singkat cerita, setelah saling sapa dan dibuatkan minum, sang teman menyampaikan maksud kedatangannya.

“Sebenarnya gue ada order Lik. Elu kan jago naksir alat-alat berat, bantu gue ya,” kata sang teman. Malik yang memang jago menaksir harga dimintanya untuk menemani ke luar kota yang mau mengadakan lelang alat berat.
“Maaf, nggak bisa. Gue lagi males,” jawab Malik.
“Aduh Lik, tolong dong... bisa rugi gue kalau elu nggak ikut”
Karena Malik tidak mau ikut temannya, ia pun iseng mengatakan, “Begini, deh. Kalau memang elu mau tetap ngajakgue juga, siapkan duit 50 juta cash di meja gue”
Perkiraan Malik, tidak mungkin temannya menyanggupi hal itu. Namun bagi Allah, semuanya bisa terjadi atas kehendakNya. Kun fayakun.
“Lik, kalau 50 juta mah nggak ada. Tapi kalau 25 juta ada, pagi ini cash pun gue siapin”
“Tolong diulang yang tadi,” kata Si Malik yang tersedak mendengar kesanggupan sang teman.
“Kalau 25 juta, bisa langsung gue siapin. Cash”

Alhamdulillah... selesailah masalah pertama. Masalah utang 15 juta itu beres, bahkan ada sisa 10 juta. Tinggal dua masalah lagi. Istri dan anak.

Rupanya, ketika Malik berdoa di malam hari, anaknya yang bungsu tak bisa tidur, ia nangis terus. Orang tua dari istri Malik menyarankan agar si anak dipertemukan dengan Malik pagi-pagi. “Barangkali anakmu kangen bapaknya, ajaklah bertemu besuk pagi sebelum kalian bercerai.”

Setelah mendapatkan uang 25 juta tersebut, datanglah si istri ke rumah Malik sesuai saran orangtuanya. Malik tersenyum lebar menyambutnya. Si istri pun terheran-heran. Namun belum lagi hilang penasarannya, Malik segera memeluknya dan berkata: “Alhamdulillah, Mah, kita selamat!”
“Selamat apa Bang?”
“Abang dapat duit, nih 25 juta. Mamah tahu kan rumah kita diincar rentenir gara-gara utang Abang 15 juta. Ini uang 15 juta nanti Mamah pegang, bayarkan ke rentenir biar nggak datang lagi selamanya. Katanya mau datang jam 10. Sisanya kita bagi dua. 5 juta buat ongkos Abang ke Riau, yang 5 juta Mamah pegang buat urusan anak-anak. Selama Abang di Riau, tolong jaga anak-anak ya”
“Iya Bang” entah mengapa tiba-tiba kata-kata itu yang keluar dari bibir istrinya. Istri yang tadinya bersikeras meminta cerai tiba-tiba lulu hatinya.

Permasalahan kedua pun selesai. Tinggal permasalahan ketiga, yaitu masalah SPP anak. Masalah ini justru yang paling ringan karena tunggakan SPP hanya 7 bulan, sebulannya Rp 50 ribu. Jadi totalnya hanya Rp 350 ribu. [Disarikan dari Buku Kun Fayakun 2 karya Ustadz Yusuf Mansur]

Sabtu, 11 Mei 2013

DOA MENYAMBUT RAMADHAN (1)









Berikut ini adalah Doa Menyambut Ramadhan, yang merupakan bagian dari rubrik Kumpulan Doa-Doa.

DOA MENYAMBUT RAMADHAN (1)




اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِى رَمَضَانَ
(Alloohumma baariklanaa fii Rojaba wa Sya'ban, wabaariklanaa Romadhon)

Artinya :
Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, serta berkahilah kami dalam bulan Ramadhan

Keterangan :
Doa ini diambil dari hadits riwayat Ahmad (no. 2346 dan 2387). Doa tersebut dibaca sejak bulan Rajab.

DOA MENYAMBUT RAMADHAN (2)

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَ بَلِغْنَا رَمَضَانَ
(Alloohumma baariklanaa fii Rojaba wa Sya'ban, waballighnaa Romadhon)

Artinya :
Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, serta pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan

Keterangan :
Doa ini diambil dari hadits riwayat Al-Baihaqi dan Thabrani. Doa ini menyambut Ramadhan yang kedua ini lebih populer, namun menurut Al-Albani hadits tersebut dhaif.