Translate

Jumat, 03 Mei 2013

Asbabun Nuzul Surah Ath-Thalaaq

Asbabun Nuzul Surah Ath-Thalaaq

1. Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)* dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang**. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru***.(ath-Thalaaq: 1)

* Maksudnya: isteri-isteri itu hendaklah ditalak diwaktu Suci sebelum dicampuri. tentang masa iddah lihat surat Al Baqarah ayat 228, 234 dan surat Ath Thalaaq ayat 4.

** yang dimaksud dengan perbuatan keji di sini ialah mengerjakan perbuatan-perbuatan pidana, berkelakuan tidak sopan terhadap mertua, ipar, besan dan sebagainya.

*** Suatu hal yang baru maksudnya ialah keinginan dari suami untuk rujuk kembali apabila talaqnya baru dijatuhkan sekali atau dua kali.

Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ‘Abdul Yazid (Abu Rukanah) menalak istrinya (ummu Rukanah), kemudian ia menikah lagi dengan seorang wanita Madinah.

Istrinya mengadu kepad Rasulullah saw. dengan berkata: “Ya Rasulullah, tidak akan terjadi hal seperti ini kecuali karena si rambut pirang.” Ayat ini (ath-Thalaaq: 1) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa kewajiban seorang suami terhadap istrinya yang ditalak tetap harus ditunaikan sampai habis masa idah, tapi dilarang tidur bersama.

Menurut adz-Dzahabi, isnaad hadits ini lemah dan isi beritanya salah, karena peristiwa ‘Abdu Yazid terjadi sebelum Islam sampai kepadanya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Qatadah yang bersumber dari Anas. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah; dan diriwayatkan pula oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Ibnu Sirin, tetapi keduanya mursal, bahwa Rasulullah saw. menalak istrinya yang bernama Hafshah. Ia pun pulang kepada keluarganya. Ayat ini (ath-Thalaq: 1) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang memerintahkan kepada Rasulullah saw. agar memberi nafkah kepada Hafshah sampai habis masa idah. Dan dikatakan (oleh Jibril) agar Rasulullah rujuk kembali, karena Hafshah termasuk wanita ahli shaum dan bangun malam (Shalat)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Muqatil bahwa ayat ini (ath-Thalaq: 1) turun berkenaan dengan ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, Thufail bin al-Harits, dan ‘Amr bin Sa’id al-‘Ash yang menalak istri mereka yang sedang haid. Ayat ini (ath-Thalaq: 1) melarang perbuatan seperti itu.

2. Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.

3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (ath-Thalaaq: 2-3)

Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Jabir. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Salim bin Abil ja’d bahwa ayat ini (ath-Thalaq: 3) turun berkenaan dengan seorang suku Asyja’ yang fakir, cekatan dan banyak anak. Ia menghadap Rasulullah saw. meminta bantuan beliau (tentang anaknya yang ditawan musuh dan tentang penderitaan hidupnya). Rasulullah saw. bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah.” Tiada lama kemudian datanglah anaknya (yang ditawan itu) membawa seekor kambing (hasil rampasan dari musuh sewaktu ia melarikan diri). Hal ini segera dilaporkannya kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw. bersabda: “Makanlah (kambing itu).” Ayat ini (Ath-Thalaq: 2-3) menerangkan bahwa Allah memberi rizky kepada umatnya tanpa disangka-sangka dan akan memberi jalan keluar bagi orang yang bertakwa.

Adz-Dzahabi berkata: “Riwayat ini munkar, tapi mempunyai beberapa syahid (penguat).” Menurut al-Hakim, yang bersumber dari Ibnu Mas’ud dan as-Suddi, nama orang tersebut ialah ‘Auf al-Asja’i.
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari al-Kalbi, dari Abu Shalih yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Diriwayatkan pula oleh al-Khatib di dalam Tarikh-nya, dari Juwaibir, dari adl-Dlahhak, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Diriwayatkan pulan oleh ats-Tsa’labi dari sumber lain, tetapi daif. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari sumber lain tapi mursal, bahwa ‘Auf bin Malik al-Asyja’i menghadap Rasulullah dan berkata : “Anakku ditawan musuh, dan ibunya sangat gelisah. Apa yang tuan perintahkan kepadaku ?” Rasulullah saw. bersabda: “Aku perintahkan agar engkau dan istrimu memperbanyak ucapan laa haulaa walaa quwwata illaa billaah (tak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah semata).” Istrinya berkata; “Alangkah baiknya apa yang diperintahkan oleh Rasul kepadamu.” Kedua suami istri itu pun membanyakkan bacaan tersebut. Alhasil, pada waktu musuh sedang lalai, anaknya yang ditawan itu membawa pulang kambing musuhnya ke rumah bapaknya. Ayat ini (ath-Thalaq: 3) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menjanjikan jalan keluar bagi orang yang bertakwa.


4. Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (ath-Thalaaq: 4)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ishaq bin Rahawaih, al-Hakim, dll, yang bersumber dari Ubay bin Ka’ab. Isnad hadits ini shahih, bahwa ketika turun ayat tentang idah wanita di dalam surat al-Baqoroh ayat 226-237, para shahabat berkata: “Masih ada masalah idah wanita yang belum disebut (di dalam al-Qur’an), yaitu idah wanita muda (yang belum haid), yang sudah tua (tidak haid lagi), dan yang hamil. Maka turunlah ayat ini (ath-Thalaq: 4) yang menegaskan bahwa masa idah bagi wanita muda yang belum haid dan wanita yang sudah berhenti haid ialah tiga bulan, sedang idah bagi wanita hamil ialah hingga melahirkan.

Diriwayatkan oleh Muqatil dalam Tafsir-nya bahwa Khallad bin ‘Amr bin al-Jamuh bertanya kepada Nabi saw. tentang idah wanita yang sudah tidak haid lagi. Maka turunlah ayat ini (ath-Thalaq: 4) sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut.
Sumber: Asbabunnuzul KHQ. Shaleh dkk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar